Sabtu, 03 Mei 2014

oleh: HD Gumilang

Mengapa geliat Lembaga Dakwah Kampus lebih kentara di universitas-universitas umum dibandingkan dengan Universitas Islam? Padahal kegiatan-kegiatan LDK sangat kental dengan aktivitas keislaman?

Jawabannya, selain karena embrio Lembaga Dakwah Kampus dari kampus umum (Salman ITB), juga karena kampus-kampus Islam (UIN/IAIN) pada tahun 1990an kebelakang adalah basis mahasiswa-mahasiswa pesantren/santri.

Jika ditarik lagi kebelakang, akan mengerucut pada dualisme pemikiran dalam partai Masyumi (yang akhirnya harus mengubur kebesarannya di tangan rezim), yaitu pemikiran tradisional (pesantren/santri), dengan pemikiran modernis dan reformis.

Dua kubu pemikiran ini pula yang membuat Masyumi terpecah pada tahun 1950.

Dua kubu pemikiran inipun mengambil jalan yang berbeda di rezim orde baru. Kubu pemikiran pesantren mengambil langkah terjun ke parlemen dan melebur partai-partai Islam yang tersisa di pemilu 1971 dengan nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan kubu pemikiran reformis dan modernis mengambil jalan mundur selangkah dengan menjauhi aktivitas politik dan membentuk Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII).

Saya pribadi menilai tidak ada yang salah dengan cara yang ditempuh oleh dua kubu ini. Bagaimanapun juga, kedua kubu ini berpengaruh kuat dalam menjaga kepentingan umat Islam. Bisa dibayangkan andaikan tidak ada kelompok Islam yang terjun ke parlemen di masa orde baru, sedangkan kita tahu orde baru sangat kental dengan tokoh-tokoh militer anti Islam sebut saja Moertopo dan Benni Moerdani, dimana dua orang inilah yang pertama kali mencetuskan istilah Islam Radikal. Tentu saja banyak kepentingan umat Islam yang tidak dapat difasilitasi oleh pemerintah.

Begitu juga dengan kelompok reformis dan modernis, mereka menjaga fikrah umat Islam di lingkungan masyarakat, utamanya kelompok creative minority yaitu para mahasiswa yang terbiasa menggunakan logika berpikir. Di tangan merekalah, perjuangan Islam diwariskan.

Singkat cerita, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) pada 1998 mengambil peranannya dalam menggulingkan rezim orde baru. Bergiiliran pula tokoh-tokoh LDK berkecimpung dalam parlemen secara struktural. Seraya ada sebagian dari mereka tetap konsen membina umat secara kultural.

Kendati acap timbul benturan-benturan kecil antara kubu pemikir tradisional (pesantren/santri) dengan kubu pemikir reformis dan modernis, namun semuanya semata dialogika dalam membumikan pesan-pesan Islam di bumi nusantara.

[2014]

0 komentar:

Posting Komentar