Rabu, 20 November 2013

Ini adalah terjemahan, implementasi dari apa yang disebutkan oleh Imam Hasan al Banna sebagai cita-cita tertinggi dakwah kita, yaitu Ustaziatul Alam. Kita semua ditakdirkan hidup pada suatu era, dimana peradaban barat dengan semua filosofinya, di mana filsafat materialism tidak lagi mampu memberikan semua unsur yang diperlukan oleh ummat manusia untuk berbahagia.

Sekarang ini ada kekeringan yang luarbiasa. Dan itu sebabnya mengapa peradaban barat hanya mengandalkan dua kekuatan utama untuk mempertahankan hegemoninya. Pertama adalah senjata. Kedua adalah uang. Selain itu mereka tidak punya daya tarik apa-apa.

Ini semua merupakan tanda-tanda mengapa janji Rasulullah shalallahu alaihi wa salam in syaa Allah akan menjadi kenyataan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tahukah antum apa janji Rasulullah saw., dalam perang Khandak? Rasulullah saw., bersabda, “Latuftahannarrum”. Romawi in syaa Allahkan akan dibebaskan. Sahabat Rasulullah bertanya, “Ayyuhuma tuftaahu ya Rasulullah?” (mana yang lebih dulu dibebaskan wahai Rasulullah? Romawi Timur atau Romawi Barat?) Rasulullah saw., mengatakan Madinatu Hiroklus, kotanya Heraklius terlebih dulu. Janji ini baru menjadi kenyataan 700 tahun kemudian.

Tetapi jauh sebelum 700 tahun itu Rasulullah saw., bersabda, “Latuftaahunnal Constantiniyyah walani’mal jaisyu jaisyuha, wala ni’mal amiru amiruha.” Konstantinopel pasti akan dibebaskan. Dan sebaik-baik pasukan jihad yang pernah ada adalah pasukan yang membebaskan Konstantinopel. Sebaik-baik komandan perang yang pernah ada adalah komandan perang yang dipimpin pembebasan Konstantinopel.

Konstantinopel dibebaskan oleh seorang anak muda, Muhammad al Fatih yang berumur 23 tahun. Jadi kalau ada di antara kita yang berumur lebih dari 23 tahun jangan lagi pernah merasa muda. Kita sudah terlalu tua. Karena prestasi-prestasi besar itu diraih oleh para pendahulu kita di saat mereka masih terlalu muda. Muhammad al Fatih telah menjadi khalifah pada saat beliau berumur 16 tahun.

Nah ikhwah sekalian, potongan kedua dari janji Rasulullah ini yaitu Roma dan Vatikan belum terwujud. Tetapi jaraknya sudah hampir sama dengan jarak janji Rasulullah yang telah terwujud, sudah lebih dari 500 tahun.

Yang membuat peradaban barat sekarang ini belum runtuh seperti yang diramalkan oleh banyak orang, adalah karena belum ada satu peradaban alternative yang muncul menggantikan mereka. Dunia Islam sekarang ini belum terkonsilidasi.

Kita ditakdirkan hidup di era ini. Era ketika cita-cita ini kita kumandangkan, era ketika umat manusia semuanya menantikan kehadiran kita.

Kita semua berharap bahwa pada suatu waktu potongan sirah yang pernah kita baca bukan hanya periode Mekah tetapi juga periode Madinah. Bukan hanya awal-awalnya periode Madinah di mana kita terlibat dalam perang Badar atau perang Uhud atau perang Khandak, tetapi kita ingin masuk lebih jauh lagi, zaman di mana Rasulullah saw., menulis surat kepada seluruh raja-raja yang ada di muka bumi ketika itu, yang isinya, “Aslim taslam walakal ajru marratain.” Masuklah ke dalam Islam dan engkau akan mendapat dua pahala.

Ketika kita masih merupakan sebuah pergerakan, cara kita berdakwah kepada orang adalah seperti cara nabi Musa. Yaitu, “idzhaba ilaa fir’auna faquula lahu qaulan layyinan.” Pergilah kalian kepada Fir’aun dan katakanlah kepadanya perkataan yang lembut. Tetapi ketika kita mempresentasikan diri sebagai sebuah Negara, cara kita berdakwah adalah seperti yang dilakukan oleh nabi Sulaiman, ketika beliau mengirim surat kepada Balqis, “Innahu min Sulaiman wa innahu bismillahirrahmaanirrahiim. Alla ta’lu alaiyya wa tu’ni muslimin.” Surat ini datangnya dari Sulaiman, datangnya dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jangan coba-coba membangkang padaku, datanglah padaku dalam keadaan menyerahkan diri. Begitulah cara diplomasi Negara dilakukan.

Kita ingin pada sisa umur kita nanti, bahwa kita semua akan menyaksikan surat-surat seperti itu dikirim kepada seluruh Negara-negara lain yang ada di muka bumi. Kita ingin mengatakan kepada mereka semua, in syaa Allah, “Aslim taslam walakal ajru marratain.” Atau kita katakan kepada mereka, “Innahu min hizbil ‘adalah, innahu mun Indonesia, ini adalah dari kaum Muslimin di Indonesia wa innahu bismillahirrahmaanirrahiim, alla ta’lu alaiyya wa tu’ni muslimin.”

Kita berharap ikhwah sekalian, bahwa pada suatu periode dari sisa-sisa umur kita, kalau bukan kita yang melakukannya, setidak-tidaknya anak-anak kita atau cucu-cucu kita, masih sempat  menyaksikan surat-surat itu. In syaa Allah. Kita berharap bahwa surat-surat seperti itu bisa kita saksikan. Dan bahwasanya peradaban dunia menyaksikan bangkitnya kembali Islam yang berbahasa kepada mereka, mengatakan kepada mereka, hanya inilah jalan bagi kalian untuk berbahagia dan hanya inilah jalan bagi kalian untuk mendapatkan kedamaian di dunia ini.

Tetapi ikhwah sekalian, cita-cita besar itu harus kita mulai dari hal-hal yang kecil-kecil. Itulah sebabnya Rasulullah saw., pertama kali membangun basecamp nya di Madinah. Kemudian memperluasnya kepada seluruh jazirah Arab. Begitu beliau selesai dari jazirah Arab, usianya tutup. Tapi sebelum beliau tutup usia, beliau mengutus sebuah pasukan yang dipimpin oleh seorang anak muda berumur 16 tahun, namanya Usamah bin Zaid.

Jadi ketika Rasulullah saw., berumur 63 tahun, seakan-akan beliau mengatakan, “Sekarang tugas kehidupan saya sudah selesai dan saya akan menuju kepada kehidupan lain yang lebih abadi. Tetapi hari ini, ada pasukan baru yang memimpin kehidupan yang baru, yaitu Usamah bin Zaid, anak muda berumur 16 tahun.”

Antum tahu semuanya, runtuhnya peradaban besar itu bukan karena dia dihancurkan oleh peradaban besar lainnya yang sama besarnya. Tapi runtuhnya peradaban besar itu persis sama dengan cara matinya Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman meninggal ketika beliau sedang shalat, tapi beliau tidak jatuh, tidak ada yang tahu bahwa beliau meninggal karena tongkatnya menyangga beliau. Beliau ketahuan meninggal setelah ada rayap yang memakan tongkatnya, kemudian tongkatnya itu habis baru beliau jatuh. Barulah orang semua tahu termasuk jin-jin beliau sendiri. Bahwa beliau telah meninggal.

[Seri Pemikiran Anis Matta: Integrasi Politik dan Dakwah hlm. 21-27. Cetakan DPP bidang Arsip dan Sejarah tahun 2007]

0 komentar:

Posting Komentar