Selasa, 24 Februari 2015

oleh: HD Gumilang

Sudah sangat terkenal etika peperangan dalam Islam. Bahwa pasukan Islam sangat menjunjung tinggi akhlak yang baik. Takhanya kepada lawan-lawannya, bahkan kepada benda-benda seperti pepohonan dan bangunan-bangunan.

Setidaknya, wasiat dari Khalifah pertama kaum muslimin Abu Bakar as Sidiq dapat menjadi titik ukur adab berperang dalam Islam:

Dari Yahya bin Sa’id, sesungguhnya Abu Bakar as Siddiq ra pernah mengutus tentara ke Syam, lalu beliau keluar sambil berjalan kaki bersama Yazid bin Abu Sufyan, sedang Yazid ketika itu adalah kepala seperempat dari (pasukan-pasukan) yang dibagi empat itu, Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku berwasiat kepadamu dengan sepuluh hal:  
1. Jangan membunuh perempuan,
2. Jangan membunuh anak-anak,
3. Jangan membunuh orang tua yang sudah tak berdaya,
4. Jangan menebang pohon yang sedang berbuah,
5. Jangan merobohkan bangunan,
6. Jangan menyembelih kambing dan unta kecuali sekedar untuk dimakan,
7. Jangan merusak pohon kurma,
8. Jangan membakar pohon kurma,
9. Jangan berkhianat,
10. Jangan menjadi pengecut”. (HR. Malik dalam Mawaththa’, di dalam Nailul Authar)

Pun larangan Rasulullah saw., kepada pasukannya supaya tidak membakar musuh:

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw., pernah mengutus kami dalam suatu rombongan, maka beliau bersabda, “Jika kamu menjumpai fulan dan fulan (dua orang) maka bakarlah mereka dengan api”. Lalu ketika kami akan berangkat, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tadi menyuruh kalian untuk membakar fulan dan fulan, padahal sesungguhnya api itu tidak (boleh dipergunakan) menyiksa kecuali oleh Allah sendiri. Oleh karena itu jika kamu menjumpai keduanya, maka bunuhlah mereka”. (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Dawud danTirmidzi, dan Imam Tirmidzi mengesahkannya)

Kemudian muncul pertanyaan, mengapa dalam kasus pengepungan Yahudi Bani Nadhir yang berujung kepada pengusiran penduduk penghianat itu, Rasulullah saw., melegalkan cara penebangan pohon Kurma?

Ternyata memang begitulah perintah yang telah Allah firmankan kepada Rasulullah saw. Sayyiq Qutb memaparkan dalam Fi Zilal al Qur'an bahwa turunnya surah al Hasyr berkanaan dengan kasus Bani Nadhir pada tahun keempat hijrah.

Pada mulanya Rasulullah saw., mendatangi perkampungan mereka untuk meminta Bani Nadhir ikut serta dalam menanggung pembayaran diyat dua orang yang terbunuh, sesuai perjanjian yang telah ditandatangani kedua belah pihak pada tahun pertama hijrah.

Penyambutan meriah yang dilakukan Bani Nadhir ternyata hanya topeng, karena di baliknya mereka sedang merencanakan makar untuk membunuh Rasulullah saw. Namun Jibril atas perintah Allah menyampaikan makar mereka itu kepada Rasulullah.

Singkatnya, penghianatan Bani Nadhir menjadi pembatal perjanjian antara kaum muslimin dengan mereka. Maka Rasulullah saw., memobilisasi pasukan untuk mengepung perkampungan Bani Nadhir.

Sepuluh hari telah berlalu (ada yang berpendapat tiga hari seperti Sayyid Qutb) Bani Nadhir tetap bertahan di benteng terutama setelah adanya jaminan gembong munafik Abdullah bin Ubay akan melindungi mereka. Namun perlindungan itu hanyalah kebohongan belaka, sebagaimana dengan penolakan Bani Quraizah membatalkan perjanjian dengan Rasulullah. Maka kalutlah Bani Nadhir.

Maka mulailah Rasulullah menebang pepohonan yang terlihat di sekitar benteng. Lantas penduduk Bani Nadhir berseru, "Wahai Muhammad kamu telah melarang berbuat kerusakan dan mencela orang yang melakukannya. Lantas bagaimana dengan memotong pohon-pohon kurma dan membakarnya?"

Dalam menjawab seruan mereka itu, Allah mewahyukan ayat kelima surah al Hasyr, "Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik orang-orang kafir atau yang kamu biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya, maka semua itu adalah dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik."

Mengomentari peristiwa penebangan pohon kurma Bani Nadhir, Martin Lings (nama Islamnya adalah Abu Bakar Sirajudin) dalam bukunya: Muhammad Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik mengatakan, "Tetapi beliau melakukannya atas izin Allah, sebagai suatu perintah. Langkah itu ternyata segera meruntuhkan pertahanan musuh. Mereka sangat memerlukan pohon-pohon itu, sebagai salah satu sumber penting penghasilan mereka. Jika mereka terpaksa terusir dari tanahnya, maka mereka akan terus berpikir bahwa pohon-pohon itu miliknya. Sebab, mereka punya alasan untuk berharap bahwa taklama lagi akan kembali ke tanah itu, meraih kembali kebun kurma itu."

Wallahu a'lam bi shawab..

0 komentar:

Posting Komentar