Selasa, 20 April 2010

Resensi
Judul Buku : SEJARAH LISAN Konsep dan Metode
Penulis : Reiza D. Dienaputra
Penerbit : Minor Books, Bandung
Tahun Terbit : 2006
Tebal buku : 96 halaman

Buku ini merupakan sebuah tulisan ilmiah yang ditujukan kepada masyarakat terutama khususnya akademisi sejarah guna memahami sejarah lisan sebagai salah satu bagian intergral dalam menyelami arti sebuah sejarah sebagai suatu ilmu.

Secara garis besar buku ini menguraikan pengertian dan kegunaan sejarah lisan sebagai salah satu sumber sejarah. Mengapa demikian? Hal ini erat kaitannya dengan budaya masyarakat pada masa kini, yang mulai cenderung menyenangi budaya nir kertas (paperless culture) dalam mencatatkan sebuah peristiwa. Selain itu dikarenakan sejarah lisan sendiri acapkali terpinggirkan dalam posisinya sebagai sebuah sumber sejarah.

Menurut penulis, istilah sejarah lisan adalah suatu istilah yang relatif baru dikenal dalam ilmu sejarah. Sementara kedudukannya sebagai suatu materi sumber sejarah, sejarah lisan termasuk sama tuanya dengan keberadaan sejarah itu sendiri.
Penulis mengutip definisi sejarah lisan dari beberapa ahli, diantaranya Sartono Kartodirdjo yang merumuskan bahwa sejarah lisan sebgai cerita-cerita tentang pengalaman kolektif yang disampaikan secaralisan. A. Adaby Durban mengartikan sejarah lisan sebagai sumber sejarah yang terdapat di kalangan manusia yang mengikuti kejadian atau menjadi saksi atas suatu kejadian masa lampau, diuraikan dengan lisan. Dan beberapa definisi lainnya (lihat hal. 12)

Dari berbagai definisi yang sebelumnya dikemukakan, penulis menarik kesimpulan bahwa sejarah lisan pada dasarnya merupakan rekonstruksi visual atas berbagai peristiwa sejarah yang benar-benar pernah terjadi yang terdapat di dalam memori setiap individu manusia (hal. 13)

Secara jelas pengertian itu menarik garis pembeda antara sejarah lisan dengan tradisi lisan. Penulis menyebutkan bahwa tradisi lisan adalah sebagai kesaksian lisan yang dituturkan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kesaksian yang dimaksud pada umumnya bukan lah kesaksian tentang peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi tetapi bisa jadi hanyalah tentang tradisi-tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. (hal. 13)

Selajutnya dijelaskan mengenai folklor yang terbagi menajdi dua, yaitu folklor lisan dan folklor sebagian lisan.
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Sementara folklor sebagian lisan adalah folklor yang isinya merupakan campuran antara unsur lisan dan bukan lisan (hal 14-15)

Kemudian dijelaskan mengenai Sejarah lisan sebagai sumber lisan.
Menurut penulis sebagai salah satu bentuk sumber lisan, sejarah lisan haruslah digali secara sengaja (dengan tanda kutip pada kata tersebut), terencana dan tersistematiskan. Yang pada esensinya supaya sejarah lisan itu dapan menjadi suatu sumber sejarah lisan. (hal 16-17).
Lalu penulis mengutip pemikiran Taufik Abdullah, bahwa pada dasarnya sejarah lisan dapat dibedakan dalam tiga corak, yakni sastra lisan, pengetahuan umum tentang sejarah, dan kenangan pribadi. (hal 17).
Menurut penulis, untuk menjadikan sejarah lisan sebagai sumber sejarah tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan perlunya kecermatan dan ketelitian untuk bisa benar-benar menjadikan sejarah lisan sebagai sumber lisan. (Hal. 18).
Penulis mengutip perkataan kuntowijoyo, bahwa sejarah disamping memiliki guna instristik, juga memiliki guna ekstristik. Guna instristik sejarah mencakup sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan sejarah sebegai profesi.. Sementara itu guna ekstristik sejarah mencakup fungsi pendidikan (moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan dan ilmu bantu), latar belakang, rujukan , dan bukti. (Hal. 21-22).

Kemudian penulis menganalisa, bahwa secara substansial sejarah lisan dapat memuat semua guna tersebut dalam artian bahwa dalam penggalian sejarah lisan selalu diupayakan agar dapat memenuhi sebagian atau setidaknya satu dari guna-guna sejarah tersebut. (hal. 22).

Menurut penulis, ada beberapa guna yang menjadi kekhasan dari sejarah lisan itu sendiri. Yang pertama guna sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekoonstruksi sejaarh, sejarah lisan dapat berguna sebagai pelengkap diantara sumber, sumber sejarah lainnya. Yang kedua adalah guna sejarah lisan dalam kaitannya dengan rekonstruksi sejarah, bahwa sejarah lisan dapat menjadi satu-satunya sumber sejarah. Guna ketiga adalah sejarah lisan adalah memeberikan semacam discovery atau ruang kepada sejarawan untuk mengembangkan sejarah pada masa depan. (hal 22-25).

Dalam pembahasannya mengenai kritik sejarah lisan, mengutip dari Taufik Abdullah (1982) bahwa kritik terhadap sejarah lisan, antara lain dapat berbentuk, pertama kritik terhadap profil pengkisah dankritik terhadap apakah ada atau tidaknya kepentingan si pengkisah terhadap peristiwa yang dia ceritakan (hlm. 78). Kemudian kriti terhadap kronologi peristiwa dan keempat kritik terhadap kemungkinan timbulna anakronisme.

Dalam kaitannya dengan substansi kisah, pada dasarnya kisah atau testimoni adalah pada dasarnya bukan merupakan salinan murni dan realitas. Kisah nayalah bayangan dari kisah tersebut ( Jan Vansina: 1961)
Sebenarnya sejarah lisan sebagai sebuah sumber sejarah dapat diposisikan sebagai salahs atu pelngkap sumber sejarah ataupun sebagai satu satunya sumber sejarah manakala sudah tidak ada lagi sumber tertulis yang dapat menunjang data data terhadap peristiwa tersebut.

2 komentar:

  1. Resensi yang bagus Gan,.... pasti ada manfaat yang dipetik.... saya juga sering mewawancarai tokoh yang ada di kampung saya terutama tentang sejarah yang pernah terjadi di kampung saya....

    salam kenal gan, jika tak berhalangan, mohon kunjungan baliknya juga ya...

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga gan.. maaf baru di baca sekarang.. ^_^v
    ya semoga dapat bermanfaat interview tersebut,..

    BalasHapus