Jumat, 07 Desember 2012


Serangan yang dilancarkan Israel ke Gaza, Palestina sejak malam tahun baru Islam, kamis (15/11) akhirnya dihentikan pada Rabu mulai pukul 21.00 waktu Kairo atau kamis (22/11) dini hari pukul 02.00 WIB setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Gencatan ini diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Muhammad Kamel Amr setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton. Clinton sendiri datang mewakili Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pasca pertemuan di Tel Aviv.

Serangan delapan hari Israel ini menuai banyak kecaman dari berbagai pemimpin dunia seperti Muhammad Mursi, Hugo Chavez (Presiden Venezuela), Turki, Qatar, Iran, Rusia, Indonesia dan negara-negara lainnya. Sementara Barrack Obama mendukung penyerangan Israel dengan alasan membela diri. Sedangkan Brigade al Qassam, sayap militer HAMAS menegaskan serangan ini dimulai oleh serangan Israel ke Gaza yang menewaskan Ahmad Jabari, komandan al Qassam. Serangan Israel ini merenggut 162 nyawa penduduk Palestina syahid, diantaranya 41 anak dan 11 wanita.
Dalam kesepakatan yang diwakili Muhammad Kamel maupun Hilary Clinton, jika Israel berkomitmen maka dapat disimpulkan Gaza menang. Poin-poin kesepakatannya antara lain:
1.      Perbatasan dibuka. Lalu lintas Rafah dipermudah baik untuk orang maupun barang dan lainnya
2.      Israel hentikan serangan darat, udara, dan laut juga operasi pembunuhan tokoh
3.      Mesir menjadi ro’iyah (monitoring), controlling, dan penjaga kesepakatan ini
4.      Tidak ada lagi usaha pembunuhan yang ditargetkan kepada tokoh
5.      Pejuang Palestina tidak melancarkan serangan militer ke arah Israel
Lantas bagaimana nasib kesepakatan gencatan senjata ini bagi Gaza kedepannya?
Gencatan senjata ini memang belum sepenuhnya menjamin perdamaian yang terjadi di Palestina. Mengingat inti persoalannya masih belum terselesaikan. Terutama soal pendudukan liar Israel di tanah-tanah Palestina. Terlebih salah satu motif penyerangan Israel ke Gaza adalah untuk menguasai wilayah tersebut.
Bagi Gaza, penghentian serangan ini dapat dikatakan menguntungkan karena akan menjadi awal dibukanya embargo atas Gaza, karena salah satu poin kesepakatannya adalah dibukanya blokade di Rafah sehingga bantuan-bantuan dari dunia dapat masuk ke Gaza lebih lancar dan terbuka.
Meskipun begitu, kewaspadaan harus ditingkatkan mengingat karakter dasar Israel adalah khianat. Sudah banyak kesepakatan damai yang mereka langgar. Oleh karena itu, kegembiraan ini harus diimbangi dengan kesiagaan penuh.
Kesepakatan ini pun semakin memperkuat eksistensi Palestina di mata dunia, karena Israel mengakui kekalahan tersebut. Dukungan dari Negara-negara lain semakin mengalir kepada Palestina. Di sisi lain, Mesir mampu menunjukkan diri sebagai mediator kedua belah pihak dan membangunkan negeri-negeri Islam dari tidur panjangnya. Selain itu, karena kesepakatan ini dilakukan pada hitam di atas putih, Israel tidak bisa lagi macam-macam menyerang Gaza, sebab Mesir menjadi pengawal kesepakatan ini. Jika sampai Israel melanggar, Mesir seperti ditegaskan Mursy, akan turun tangan membantu Palestina secara langsung.
Sementara itu, Azyumardi Azra, menegaskan bahwa Israel harus mengembalikan wilayah Palestina yang mereka jadikan pemukiman illegal. Ia sendiri mengkhawatirkan jika gencatan senjata ini tidak ditaati oleh kedua belah pihak dikhawatirkan  akan digunakan untuk memperkuat militer masing-masing.
@hd gumilang

1 komentar: