Selasa, 09 November 2010

PENDAHULUAN

Sudah banyak diketahui mengenai teori-teori masuknya islam ke Indonesia, walaupun masih terdapat kesimpang siuran mengenai man yang mula-mula menjadi tempat datangnya islam ke nusantara (kini Indonesia) pada waktu itu. Apakah islam datang ke nusantara itu memalui India dan gujarat seperti yang dikemukakan oleh Snouck Hugronye. Ataukah seperti pernyataan HAMKA yang mengemukakan bahwa islam datang ke Indonesia langsung dari Arab dikarenakan sudah terjalinnya hubungan dagang melalui jalur sutra laut antara bangsa bangsa di timur seperti Cina, Nusantara,Patanni dengan bangsa-bangsa timur tengah terutama arab dan persia.

Masih simpang siurnya asal muasal kedatangan islam ke nusantara dikarenakan memang sangat rendahnya budaya tulis pada waktu itu dalam mengabadikan setiap peristiwa yang terjadi pada masanya.
Namun demikian, para tokoh itu sepakat bahwa, proses islamisasi di nusantara salah satunya adalah dengan jalan sufistik, tasawuf maupun tarekat.
Kedatangan islam ke nusantara bersamaan dengan menggeliatnya kegiatan tarekat di Timur Tengah yang pada saat itu sedang dilanda ketidakpercayaan terhadap para penguasanya yang mulai berlaku berlebihan dan dzalim kepada rakyatnya.
Rakyat yang mulai muak itu kemudian mencari jalan keluar terhadap segala problema yang terjadi, dan jalan keluar itu di tawarkan oleh para sufi dengan cara menggiatkan kegiatan tasawuf maupun selanjutnya yang berkembang menjadi gerakan tarekat.
Hal-hal inilah yang berpengaruh terhadap proses islamisasi di nusantara, sehingga dalam prakteknya di lapangan penyampaian dan cara mengislamkan penduduknya dilakukan dengan cara damai dan tanpa kekerasan.
Islam yang damai dan penuh toleransi inilah konsep yang dikenal kan oleh tarekat-tarekat dalam usahanya menyebarkan agama islam di seluruh penjuru nusantara.
dalam makalah ini akan coba di bahas mengenai tarekat terkait dalam upaya penyebaran agama islam pada masa awal, disertai beberapa penjelasan mengenai tarekat-tarekat yang berkembang di nusantara.


A.Pengertian Tarekat
Tarekat itu artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang diturunkan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai. Guru-guru yang memberikan petunjuk dan pipinan ini di namakan mursyid yang mengajar dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya pula sebagaimana tersebut dalam silsilahnya.
Tidak jauh berbeda dengan Martin van Bruinessen yangg mengemukaan bahwa tarekat itu berarti jalan, mengacu baik kepada sistem latihan meditasi maupun amalan seperti muroqobah, dzikir, wirid dan sebagainya, yang biasanya di hubungkan dengan sederet guru sufi dan organisasi yang tumbuh di seputar metose sufi yang khas. Bisa dikatakan tarekat itu mensistematikan ajaran metode-metode tasawuf.
Tarekat juga berarti jalan atau cara tertentu untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Melalui cara ini seorang penganut ajaran tarekat (sufi) dapat mencapai peleburan diri dengan yang nyata. Dengan demikian mengikuti suatu tarekat berarti melakukan olah batin, dengan istilah-istilah spiritual dan perjuangan yang sungguh-sungguh di bidang ilah kerohanian. Menyatakan diri sebagai pengikut tarekat juga berarti membersihkan diri dari sifat mengagumi diri sendiri dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, membanggakan diri dengan segala prestasinya dan menyombongkan semuayang ada pada dirinya kepada orang lain, kemudian karena merasa mempunyai banyak kelebihan dan kemampuan ingin dikenal dan dipuji orang , cinta dunia dengan berbagai bentuknya secara berlebihan.
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni tariqah yang berarti jalan atau metode yang ditempuh para sufi dalam menjalankan ibadah, zikir dan doa. Ritual ibadah itu diajarkan seorang guru sufi kepada muridnya dengan penuh kedisiplinan. Hubungan murid dan guru itu, kemudian melahirkan kekerabatan sufi. Menurut Al-Jurjani `Ali bin Muhammad bin `Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta'ala melalui tahapan-tahapan atau maqamat. Tujuan utama sebuah tareta tasawuf adalah menekan hawa nafsu. Sebab, hawa nafsu, kerap menjadikan manusia jauh dari Tuhan.
Guna mendekatkan diri dengan Sang Khalik, para pengikut tarekat secara rutin melakukan wirid berupa salat sunak, zikir dan doa sepanjang waktu, pagi, siang, sore dan malam hari. Komponen utama sebuah organisasi tarekat terdiri dari guru, murid, amalan, zawiyyah dan adab. Di antara sederet tarekat, ada yang dipandang sah dan ada pula yang tidak sah. Sebuah tarekat dikatakan sah (mu'tabarah), apabila amalan tarekat itu dapat dipertanggungjawabkan secara syariah alias sesuai dengan Alquran dan Hadist. Sedangkan, tarekat tak sah (ghair mu'tabarah) adalah tarket yang tak berpedoman pada dua hal yang ditinggalkan Rasulullah SAW bagi umatnya, yakni Alquran dan Hadits
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan sederhana mengenai pengertian tarekat, yaitu bahwa tarekat adalah sebagai hasil pengalaman dari seseorang sufi yang di ikuti oleh para murid, yang dilakukan dengan aturan/cara tertentu dan bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Pokok dari ajaran tarekat adalah lima: pertama mempelajariilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan semua perintah, kedua mendampingi guru-guru dan teman setarekat untuk melihat bagaimana cara melakukannya suatu ibadat, ketiga meninggalkan segala rukshah dan ta’wil untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal, keempat menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisinya dengan segala wirid dan do’a guna mempertebal khusyu dan hudur, dan kelima mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu dan supaya diri itu terjaga daripada kesalahan.

B.Tarekat dan Awal Kedatangannya di Nusantara
Islam yang datang ke nusantara melalui transportasi laut harus menyusuri pantai Laut Merah, negeri Yaman, Hadramaut, Gujarat, Pulau Seylon (Sri Lanka), mungkin teluk Benggala, selanjutnya sampai Pattani Thailand Selatan, baru sampai di Perlak. Dari Perlak menyusuri Banten, Gresik terus ke timur melalui Mataram (Lombok) ke Maluku, tempat-tmpat itu masing-masing mempunai peranan dalan perkembangan islam.
Dalam perkembangannya kemudian, jaringan hubungan seperti it uterus berlanjut timbale bali dari abad ke abad, generasi ke generasi, mula-mula berupa jaringan perdagangan, berlanjut kepada jaringan ulama sebagimana disebutkan oleh Azyumardi Azra, selanjutnya kepada jaringan tasawuf-tarekat sehingga perubahan apapun yang terjadi di pusat Islam Timur Tengah akan sangat mempengaruhi keadaan islam di Nusantara.
Dengan demikian, terbentuklah pelabuhan-pelabuhan tempat singgah bagi para pedagang muslim asing itu di nusantara sehingga pada akhirnya muncul perkampungan orang islam peranakan arab, dengan ibu pribumi. Muncul pula pelabuhan-pelabuhan dan perkampungan orang-orang Gujarat, Patani, Perlak dan lain-lain.
Demikian pula corak islam di Indonesia berubah mengikuti perubahan corak islam di pusatnya baik ketika berpusat di jazirah Arab, Damaskus, Baghdad maupun di Mesir. Hal ini karena indonesia dilewati jalur perdagangan internasional antara Timur (China) dan Timur Tengah dan Barat (Venesia waktu itu).
Dengan demikian, ketika corak islam di pusatnya berubah, di Indonesia pun berubah. Corak-corak islam yang pernah ada di Indonesia adalah Syi’ah pada masa berdirinya kerajaan Perlak dengan rajanya Sultan Alaidin Syed Maulana Abd. Aziz Shah yang memerintah dari tahun 225-249 H- 840-846 M.
Seratus tahun kemudian seorang sultan yang beraliran ahli sunnah waj Jama’ah yaitu Sultan Makhdun Alaidin Malik Abdul Kadir Shah Johan berdaulat dan memerintah tahun 306-310 H- 928-932 M. maka corak islam yang berkembang di Indonesia berubah menjadi Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Perkembangan tasawuf di Indonesia seterusnya mengambil tarekat sebagai media. Penyebaran tarekat Syathariyah, Rifa’iyah, dan Qadiriyah di Aceh semakin pesat. Ditambah lagi, sesudah pembukaan terusan suez, perhubungan antara Indonesia dengan Timur Tengah makin lancar, apalagi kota Makkah sebagai pusat studi sialam, membuat berbagai gerakan dan aliran tarekat lainnya segera merembes dan menyebar di Inonesia seperti tarekat Naqsabandiyah, Syadziliyah, dan lain-lain. Banyaknya pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di Timur Tnegah, kemudian kembali ke tanah air juga banyak membawa pengaruh bagi perkembangan tasawuf di Indonesia.
Mula-mula muncul Tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh syaikh abdul Qadir jaelani (471-561/1078-1168) di Asia Tengah, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura , Thailand, India, Tiongkok. Muncul pula tarekat Rifa’iyah di Maroko dan Al Jazair. Disusul Tarekat Suhrawardiyah di Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan dan Nigeria. Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan cepat melalui murid-murid yang diangkat menjadi khalifah, mengajarkan dan menyebarkan ke negeri-negeri Islam, bercabang dan beranting sehingga banyak sekali.
Khusus di Indonesia, pengembangan islam pada abad ke-16 dan selanjutnya, sebagian besar adalah atas usaha kaum tarekat sehingga tidak heran apabila pada waktu itu pemimpin-pemimpin spiritual Indonesia (Nusantara) bukanlah aliran syairah melainkan syaikh tarekat.
Tentang kapan pribumi nusantara memeluk islam, para ahli berbeda pendapat. Mungkin orang muslim asing memang sudah ada dan menetap di pelabuhan dagang di Sumatera dan Jawa beberapa abad sebelum abad ke-16, namun baru menjelang abad ke-10 ada bukti-bukti orang pribumi memeluk islam di suatu kerajaan kecul Perlak, dilanjutkan pada abad ke-13 oleh Keslutanan Samudera Pasai. Selama abad-14 dan 15 secara berangsur-angsur menyebar ke pantai utara Jawa dan Maluku.
Ketika orang pribumi nusantara mulai menganut islam corak pemikiran islam diwarnai oleh tasawuf, pemikiran para sufi besar seperti Ibn Al Arabi dan Abu Hamid Al Ghazali sangat berpengaruh terhadap pengamalan-pengamalan umat islam pada waktu itu. Justru karena tasawuf itulah penduduk nusantara mudah memeluk agama islam, apalagi ulama tersebut mengikuti sebuah tarekat atau lebih.
Secara relatif corak pemikiran islam yang pernah dipengaruhi oleh tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tarekat. Justru ketika abad ke-13 masehi ketika masyarakat nusantara mulai memantapkan diri memeluk islam, corak pemikiran islam sedang dalam puncak kejayaan tarekat.
Abad-abad pertama islamisasi Indonesia bersamaan dengan masa merebaknya tasawuf pada abad pertengahan dan pertumbuhan tarekat. Dalam abad-abad ini bermunculan tokoh-tokoh sufi yang terkenal seperti Abu Hamid Al Ghazali (w.1111) dengan konsep tasawuf yang diterima oleh para fuqaha, Ibn Al Arabi (w.1240) yang mempengaruhi hamper semua sufi yang muncul belakangan.
Abdul Qadir Al Jaelani (w.1166) yang ajarannya menjadi dasar tarekat Qadiriyah, Abu Al Najib Al Suhrawardi (w.1167) yang darinya nama tarekat Suhrawardi diambil, Najmu al Din Al Kubra (w.1221) tokoh sufi Asia Tengah pendiri tarekat Kubrawiyah dan sangan berpengaruh terhadap tarekat Naqsabandiyah, Abu al Hasan al Syadzili (w.1258) sufi afrika Utara pendiri tarekat Zyadziliyah, Rifa’iyah telah mapan sebagai tarekat menjelang 1320, Khalwatiyah menjelma menjadi tarekat kurang lebih pada 1300-1450, Naqsabandiyah menjadi tarekat khas pemberi nama baha al Din Naqsabandi (w.1389), dan Abdullah al Syathari pendiri tarekat Ayattariyah (w.1428-1429).
Sejarawan mengemukakan bahwa karena faktor tasawuf dan tarekat lah islamisasi Asia Tenggara, termasuk Nusantara Indonesia dapat berlangsug damai. Ajaran kosmologis dan metafisis tasawuf Ibn Arabi dapat dengan mudah dipadukan dengan ide-ide sufistik India dan ide-ide sufistik pribumi yang dianut oleh masyarakat setempat. Konsep insan kamil sangat potensial sebagai legitimasi religius bagi para raja.
Di Sumatera tepatnya di Aceh, masa-msa itu telah melahirkan empat ulama sufi yang besar jasanya bagi perkembangan agama islam dan khasanah intelektual islam di Indonesia. Mereka itu adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Abdur rauf Singkel dan Nurrudin Ar Raniri.
Hamzah Fansuri banyak terpengaruh ajaran Ibn Arabi dan Abdal Karim Al Jili yang cenderung kepada faham panteisme, yaitu suatu faham yang memandang bahwa alam semesta ini merupakan aspek lahir atau tajalli (manifestasi, pengejawantahan) dari hakikat yang tunggal yaitu Tuhan. Hamzah Fansuri mempunyai murid bernama Syamsudin Sumatrani.
Hamzah Fansuri, selain dikenal sebagai seorang sufi yang mengembangkan ajarn wihdatul wujud dari Ibn Arabi, ia juga disebut-sebut sebagai penganut tarekat Qadiriyah. Realitas ini dapat dilihat dari sya’irnya yang menceritakan tentang kunjungannya ke Makkah, Al Quds, Baghdad (dimana ia mengunjungi makan Abdul Qadir Jaelani) dan Ayuthia. Di Baghdad ia menerima ijazah dan berafiliasi dengan tarekat Qadiriyah bahan pernah di angkat menjadi khalifah dalam tarekat ini.
Ajarannya Fansuri kemudian dikembangkan oleh Syamsuddin Sumatrani namun mendapatkan perlawanan dari Nuruddin Ar Raniri sebab menganggap ajaran Sumatrani mirip dengan ajaran Syekh Sii Jenar di Jawa yaitu wahdatul wujud (Manunggal kawula ning gusti).
Wahdatul Wujud mempunyai pengertian secara awam yaitu; bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci. Pengertian sebenarnya adalah merupakan penggambaran bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Allah adalah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan manusia, Dia-lah Tuhan dan kita adalah bayangannya.
Ar Raniri kemudian berusaha membersihkan pemahaman tasawuf dari paham panteistik yang dipandangnya telah menyimpang dari ajaran martabat tujuh yang dikembangkan oleh Muhammad Ibn Fadhillah seorang ulama sufi Gujarat (w. 1620) disimpangkan oleh Sumatrani dan Fansuri.
Sesudah sultan Iskandar Muda wafat digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang ternyata cenderung mendukung paham Ar Raniri yan lebih tradisional. Akibat dukungan itu, Ar Raniri dapat leluasa untuk menghilangkan paham tasawuf panteisme Fansuri hingga hilang di tanah Aceh.
Kemudian ada Abdur Rauf Singkel, dia pun mengembangkan Martabat Tujuh. Di sisi lain ia juga merupakan guru dari tarekat Syathariyah sekaligus menyebarkannya di Indonesia. Tarekat Syathariyah ini pada dasarnya banyak memasukkan unsur-unsur kepercayaan dan mistik dari tradisi lama.
Jalur lain penyebaran tarekat di Indonesia adalah memalui makkah dan madinah. Dari sini diseberkan berbagai tarekat ke nusantara (sekarang Indonesia). Pada abad ke-17 banyak ulama sufi di makkah dan madinah yang membai’at orang-orang Asia Tenggara, atau orang-orang “jawa” sebagaimana mereka pada umumnya di sebut di Makkah dan Madinah, untuk mengamalkan berbagai macam tarekat.

C.Beberapa Tarekat di Nusantara
a.Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang di ambil dari nama pendirinya yaitu Abdul Qadir Jilani (470-561 H/ 1077-1166 M), yang terkenal dengan sebutan Syaukh Abdul Qadir Jilani Al ghawsts atau quthb al auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah sprititual islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup sang syaikh telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat islam. Dia dipandangs ebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun, generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda berkisar pada aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai isah ajaib tentang dirinya.
Berbeda dengan Julian Baldick, ia menyebutkan bahwa adanya kekeliruan mengenai anggapan bahwa Abdul Qadir Al Jilani sebagai tokoh pendiri tarekat Qadiriyah. Ia mengatakan bahwa tarekat Qadiriyah itu baru terbentuk kemudian. Jacqueline Chabbi menunjukkan bahwa salam sumber-sumber klasik, Abdul Qadir Jilani (Abdul Qadir Jaelani) hanyalah seorang ulama fikih dan dai yang zuhud. Di sisi lain, ceramah-ceramahnya penuh dengan ajaran sufi. Meskipun hanya berupa ceramah umum biasa, di dalamnya mengandung ajaran tasawuf hambali yang, sebagaimana kita lihat sebelumnya, menghindari toleransi yang abstrak. Abdul Qadir Jilani sering menyinggungg hirarki tingatan sufi. Dia mengatakan bahwa hal itu milik Allah, sedangkan maqam mulik abdul yang lebih tinggi.
Di Indonesia tarekat Qadiriyah berkembang dengan baik, bahkan becabang, seperti tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN). TQN dipelopori oleh syaikh Sambas dan sampai sekarang tarekat inilah yang lebih popular di bandingkan dengan tarekat Qadiriyah sendiri. Kini, tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang cukup terkenal adalah tarekat yang dipimpin oleh Abah Anom di Tasikmalaya.
Dalam segi ajarannya pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok agama islam, terutama golongan ahlussunah wal jama’ah. Secara sederhana ajaran dari tarekat Qadiriyah dapat disebutkan sebagai berikut: pertama taubat adalah kembali kepda Allah dengan mengurai ikatan dosa yang terus-menerus dari hati kemudian melaksanakan setiap hak Allah. Kedua, zuhud yaitu gambaran tentang menghindari dari mencintai sesuatu yang menuju kepada sesuatu yang lebih baik darinya menurut Abdul Qadir zuhud itu ada dua yaitu zuhud hakuku dan zuhud lahir. Ketiga yaitu tawakal yakni salahs atu sifat mulia yang harus ada pada diri ahli sufi. Keempat Syukur adalah ungkapan rasa terimakasih atas nikmat yang diterima, baik lisan, tangan, maupun hati. Kelima ridha adalah kebahagiaan hati dalam menerima ketetapan (takdir). Keenam, jujur yaitu menetapkan hukum berdasarkan sesuai dengan kenyataan atau mengatakan dengan benar dalam kondisi apa pun, baik menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan.
b.Tarekat Naqsabandiyah
Di Indonesia sangat terkenal tarekat Naqsabandiyah yang pemeluknya terdapat tidak sedikit, baik di Jawa, Sumatera, maupun di Sulawesi. Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Baha al din al-Uwaisi ai Bukhari Naqsabandi (717-791 H/1318-1389 M). ia biasa di namakan Naqsabandi, terambil dari kata Naqsaband, yang berarti lukisan, konon karena ia ahli dalam memberikan lukisan kehidupan yang ghaib-ghab. Benar atau tidak nya pengertian ini, dapat di baca dalam buku The Darvishes karangan J. P Brown. Dalam Berlin Catalgue no. 2188, dai Ahlwardt, kata Naqsaband itu artinya sama dengan Penjagaan bentuk kebahagiaan hati. Gelaran syah diberikan orang kemudian untuk kehormatan.
Syaikh Yusuf Al Makassari (1626-1699) adalah orang pertama yang memperkenalkan tarekat Naqsabandiyah di nusantara. Ia menerima ijazah dari Syaikh Muhammad Abdullah Al Baqi di Yaman kemudian mempelajari tarekat ketika di Madihan dibawah bimbingan Syaikh Ibrahim Al Kurani.
Tarekat Naqsabandiyah yang menyebar di nusantara berasal dari pusatnya di Makkah, yang di bawa oleh para pelajar Indonesia yang belajar di sana. Mereka ini kemudian memperluas dan menyebarkan tarekat ini ke seluruh pelosok nusantara.
Ajaran-ajaran pokok dari tarekat ini antara lain: berpegang teguh dengan aqidah ahli sunnah. Meninggalkan ruhksah. Memilih hukum-hukum yang azimah. Senantiasa muraqabah. Tetap berhadapan dengan Tuhan. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia. Menghasilkan malakah hudur (kemampuan menghadirkn Tuhan dalam hati). Menyendiri di tengah-tengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberikan faedah. Mengambil faedah dari semua ilmu-ilmu agama. Berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin biasa. Zikir tanpa suara. Mengatur nafas tanpa lalai dari Allah. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad saw.
c.Tarekat Khalwatiah
Tarekat khalwatiah di Indonesia banyak di anut oleh suku bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, atau di tempat-tempat lain di mana suku itu berada seperti di Riau, Malaysia, Kalimantan Timur, Ambon dan Irian Barat.
Nama khalwatiah di ambil dari seorang sufi ulama dan pejuang Makassar pada abad ke -17, Syaikh Yusuf Al Maksassari Al Khalwati yang sampai sekarang masih sangat di hormati. Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama. Keduanya dikenal dengan nama tarekat khalwatiah Yusuf dan Khalwatiah Samman.
Tarekat Khalwatiah Yusuf dinisbatkan kepada nama Syaikh Yusuf al Makassari dan tarekat Khalwatiah Samman diambil dari nama seorang sufi Madinah abad ke-18 Muhammad al Samman. Keduanya adalah dua tarekat yang sama sekali berbeda, yang sama hanyalah namanya.
Syaikh Yusuf Al Sumatrani dalam bebeapa literatur sepbagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya juga termasuk orang pertama yang menyebarkan tarekat naqsabandiyah. Hal inilah yang akhirnya menjadikan Al Makassari tidak hanya di anggap sebagai pendiri dari tarekat khalwatiah namun juga berperan dalam penyebaran tarekat Naqsabandiah.
Ajaran tarekat Khalwatiah secara sederhana dapat di ringkas sebagai berikut, manusia yang berada dalam nafsu amarah bersifat jahil, kikir, loba, takabur, pemarah, gemar kepada kejahatan, dipengaruhi syahwat dan mempunyai sifat-sifat buruk lainnya.
Manusia yang berada dalam nafsu lawammah banyak kegemaran dalam mujahadah daln pelaksanaan syari’at, ia banyak berbuat amal saleh namun masih bercampur aduk dengan sifat ujub.
Manusia yang berada dalam nafsu mulhamad, biasanya mujahadah dan melakukan tajrid, dan oleh karena itu menemui isyarat-isyarat tauhid, tetapi ia belum dapat melepaskan diri seluruhnya daripada hukum-hukum manusia.
Manusia yang berada dalam keadaan nafsul mthma’innah tidak dapat lagi meninggalkan hukum-hukum taklifi agama barang sejari, tidak merasa enak jika tidak berakhlak dengan akhlak nabi Muhammad.
Manusia yang menpunyai nafsu radhiyah ialah manusia yanga da dalam keadaan fana kedua, sudah terlepas dariapada sifat-sifat manusia bisa.
Manusia yang mempunyai keadaan nagsul mardiyah adalah manusia yang telah dapat mencampurkan dirinya kecintaan khalik dan khalak dan tanpa penyelewengan.
Manusia tertinggi berada dalam keadaan nafsu kamilan yaitu manusia yang dalam pekerjaan ibadatnya turut seluruh badannya, lidahnya, hatinya dan anggota-anggota lainnya.
d.Tarekat Qadiriyah wa Nasabandiyah
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah adalah nama sebuah tarekat yang merupakan penggabungan dari Tarekat Qodiriyah dengan Tarekat Naqsyabandiyah yang dilakukan oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasiatau biasa disebut juga dengan nama Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Ghaffar al-Sambasi al-Jawi. Ia adalah ulama besar dari Indonesia yang diangkat menjadi imam Masjidil Haram di Makkah al-Mukarramah. Ia tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Ia wafat pada tahun 1878.
Beliau Sebagai seorang guru mursyid yang kamil mukammil, Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Tarekat Qodiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid.
Sebenarnya kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, dan karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihad beliau, maka layak jika nama tarekatnya itu dinisbatkan sebagai Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah. Namun karena sikap tawadlu' dan ta'dhim Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi terhadap pendiri Tarekat Qodiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya.
Dikemudian hari, tarekat ini sangat berkembang pesat dan menjadi tarekat yang paling banyak pengikutnya di Indonesia. Selanjutnya garis salsilahnya berlanjut melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Nawawi Al-Bantani yang berasal dari Banten dan juga mengikuti jejak gurunya menjadi imam Masjidil Haram di Makkah al-Mukarramah.
Selanjutnya jalur salsilahnya ini berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Salsilah ini terus berlanjut ke Syaikh Nur Annaum Suryadipraja bin Haji Agus Tajudin yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya sampai hari ini, garis salsilah ini berlanjut ke Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin.
Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin selain mempunyai sanad dari tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga khirkoh dari tarekat Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh Jalaludin. Ia sampai dengan hari ini meneruskan tradisi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dengan kholaqoh dzikirnya yang bertempat di bogor Baru, kota Bogor, propinsi Jawa Barat

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Dr. Yunasril Ali. 1997. Manusia Citra Ilahi, Jakarta: Paramadina
Dr. H. Amsal Bakhtiar, MA. 2003. Tasawuf dan Gerakan Tarekat. Bandung: Penerbit Angkasa.
Simuh. 2002. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Asep Ahmad Hidayat, 2009. Tarekat Masa Kolonial (Kajian Multi Kultural, Bunga Rampai Sufisme Indonesia). PKUB Departemen Agama Republik Indonesia.
Drs. Ja’far Shodiq, Msi. 2008. Pertemuan Antara Tarekat dan NU (studi Hubungan Tarekat dan Nahdlatul Ulama Dalam Konteks Komunikasi Politik 1955-2004). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Julian Baldick. 2002. Islam Mistik mengantar Anda ke Dunia Tasawuf. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Drs. H. Abdul Qadir Jaelani. 1996. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta: Gema Insapi Press.
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh. 1985. Pengantar Ilmu tarekat ( Uraian Tentang Mistik ). Solo: CV. Ramadhani.
Martin van Bruinessen. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan.
__________________. 1992. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan.
Drs. Usman Said, dkk. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara.
Sumber Majalah/Koran/web
Republika. 20 Januari 2008. Tarekat Pemantik Perlawanan Kolonial.
Http/www.id.wikipedia.org/tarekat-qodiriyah-wa-naqsabandiyah.

2 komentar:

  1. Kenapa hallawatyah di sulawesi selatan khususx di wajo dan soppeng percayah klw ada saudara halusx di langit dan disungai trus dia bilang saudarax halusx itu kuave bhs bugisx,,,aq butuh pendapat anda,,,krn aq cm brpikir itu musrik betul,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. pada dasarnya bahasa-bahasa tarikat adalah bahasa metafora. untuk menggambarkan kedekatan dirinya dengan sang Khaliq. namun demikian, takjarang juga dijumpai tarikat yang geraknya mengandung sesuatu yang musyrik. untuk yang di daerah sulawesi selatan itu saya belum tahu, mungkin perlu ditanyakan kepada alim ulama di daerah setempat :)

      Hapus