Serangan
yang dilancarkan Israel ke Gaza, Palestina sejak malam tahun baru Islam, kamis
(15/11) akhirnya dihentikan pada Rabu mulai pukul 21.00 waktu Kairo atau kamis
(22/11) dini hari pukul 02.00 WIB setelah tercapainya kesepakatan gencatan
senjata di Jalur Gaza. Gencatan ini diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Mesir,
Muhammad Kamel Amr setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat
(AS) Hillary Clinton. Clinton sendiri datang mewakili Perdana Menteri Israel,
Benjamin Netanyahu pasca pertemuan di Tel Aviv.
Serangan
delapan hari Israel ini menuai banyak kecaman dari berbagai pemimpin dunia
seperti Muhammad Mursi, Hugo Chavez (Presiden Venezuela), Turki, Qatar, Iran, Rusia,
Indonesia dan negara-negara lainnya. Sementara Barrack Obama mendukung
penyerangan Israel dengan alasan membela diri. Sedangkan Brigade al Qassam,
sayap militer HAMAS menegaskan serangan ini dimulai oleh serangan Israel ke
Gaza yang menewaskan Ahmad Jabari, komandan al Qassam. Serangan Israel ini
merenggut 162 nyawa penduduk Palestina syahid, diantaranya 41 anak dan 11
wanita.
Dalam
kesepakatan yang diwakili Muhammad Kamel maupun Hilary Clinton, jika Israel
berkomitmen maka dapat disimpulkan Gaza menang. Poin-poin kesepakatannya antara
lain:
1.
Perbatasan
dibuka. Lalu lintas Rafah dipermudah baik untuk orang maupun barang dan lainnya
2.
Israel
hentikan serangan darat, udara, dan laut juga operasi pembunuhan tokoh
3.
Mesir
menjadi ro’iyah (monitoring), controlling, dan penjaga kesepakatan ini
4.
Tidak
ada lagi usaha pembunuhan yang ditargetkan kepada tokoh
5.
Pejuang
Palestina tidak melancarkan serangan militer ke arah Israel
Lantas
bagaimana nasib kesepakatan gencatan senjata ini bagi Gaza kedepannya?
Gencatan
senjata ini memang belum sepenuhnya menjamin perdamaian yang terjadi di
Palestina. Mengingat inti persoalannya masih belum terselesaikan. Terutama soal
pendudukan liar Israel di tanah-tanah Palestina. Terlebih salah satu motif
penyerangan Israel ke Gaza adalah untuk menguasai wilayah tersebut.
Bagi
Gaza, penghentian serangan ini dapat dikatakan menguntungkan karena akan
menjadi awal dibukanya embargo atas Gaza, karena salah satu poin kesepakatannya
adalah dibukanya blokade di Rafah sehingga bantuan-bantuan dari dunia dapat
masuk ke Gaza lebih lancar dan terbuka.
Meskipun
begitu, kewaspadaan harus ditingkatkan mengingat karakter dasar Israel adalah
khianat. Sudah banyak kesepakatan damai yang mereka langgar. Oleh karena itu,
kegembiraan ini harus diimbangi dengan kesiagaan penuh.
Kesepakatan
ini pun semakin memperkuat eksistensi Palestina di mata dunia, karena Israel
mengakui kekalahan tersebut. Dukungan dari Negara-negara lain semakin
mengalir kepada Palestina. Di sisi lain, Mesir mampu menunjukkan diri sebagai
mediator kedua belah pihak dan membangunkan negeri-negeri Islam dari tidur
panjangnya. Selain itu, karena kesepakatan ini dilakukan pada hitam di atas
putih, Israel tidak bisa lagi macam-macam menyerang Gaza, sebab Mesir menjadi
pengawal kesepakatan ini. Jika sampai Israel melanggar, Mesir seperti ditegaskan
Mursy, akan turun tangan membantu Palestina secara langsung.
Sementara
itu, Azyumardi Azra, menegaskan bahwa Israel harus mengembalikan
wilayah Palestina yang mereka jadikan pemukiman illegal. Ia sendiri
mengkhawatirkan jika gencatan senjata ini tidak ditaati oleh kedua belah pihak
dikhawatirkan akan digunakan untuk memperkuat
militer masing-masing.
@hd
gumilang
oke.........
BalasHapus